Penguatan karakter menjadi salah satu
program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dalam nawa cita disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan revolusi karakter
bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan
karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
yang digulirkan sejak tahun 2016.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo,
pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar mendapatkan porsi yang lebih
besar dibandingkan pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar
sebesar 70 persen, sedangkan untuk sekolah menengah pertama sebesar 60 persen.
“Gerakan Penguatan Pendidikan
Karakter sebagai fondasi dan ruh utama pendidikan,” pesan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Tak hanya olah pikir (literasi), PPK
mendorong agar pendidikan nasional kembali memperhatikan olah hati (etik dan
spiritual) olah rasa (estetik), dan juga olah raga (kinestetik). Keempat
dimensi pendidikan ini hendaknya dapat dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak. Integrasi proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan
dengan berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi
dengan komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.
Lima
Nilai Karakter Utama
Terdapat lima nilai karakter utama
yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK;
yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan.
Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri, melainkan
saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk
keutuhan pribadi.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran
agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung
tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain,
hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter
religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama
antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan,
persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan,
melindungi yang kecil dan tersisih.
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya. Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi
budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul,
dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin,
menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari
perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki
komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter
integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat
dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang
berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat
individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan
keteladanan.
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku
tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran,
waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Siswa yang mandiri
memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Nilai karakter gotong
royong mencerminkan
tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan
persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi
bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat
menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu
berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong,
memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan
sikap kerelawanan.
Penguatan
Tri Pusat Pendidikan
"PPK ini merupakan pintu masuk
untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pendidikan kita,"
disampaikan Mendikbud kepada Tim Implementasi PPK yang terdiri dari berbagai
unsur pemangku pendidikan beberapa waktu yang lalu.
Menurut Mendikbud, PPK tidak mengubah
struktur kurikulum, namun memperkuat Kurikukum 2013 yang sudah memuat
pendidikan karakter itu. Dalam penerapannya, dilakukan sedikit modifikasi
intrakurikuler agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter. Kemudian ditambahkan
kegiatan dalam kokurikuler dan ekstrakurikuler. Integrasi ketiganya diharapkan
dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif anak didik.
"Prinsipnya, manajemen berbasis
sekolah, lalu lebih banyak melibatkan siswa pada aktivitas daripada metode
ceramah, kemudian kurikulum berbasis luas atau broad
based curriculum yang
mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar," tutur Mendikbud.
PPK mendorong sinergi
tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah,
keluarga (orang tua), serta komunitas (masyarakat) agar dapat membentuk suatu
ekosistem pendidikan. Menurut Mendikbud, selama ini ketiga seakan berjalan
sendiri-sendiri, padahal jika bersinergi dapat menghasilkan sesuatu yang luar
biasa. Diharapkan manajemen berbasis sekolah semakin menguat, di mana sekolah
berperan menjadi sentral, dan lingkungan sekitar dapat dioptimalkan untuk
menjadi sumber-sumber belajar.
Mengembalikan
Jati Diri Guru
“Peran guru sangat penting dalam
pendidikan dan ia harus menjadi sosok yang mencerahkan, yang membuka alam dan
pikir serta jiwa, memupuk nilai-nilai kasih sayang, nilai-nilai keteladanan,
nilai-nilai perilaku, nilai-nilai moralitas, nilai-nilai kebhinnekaan. Inilah
sejatinya pendidikan karakter yang menjadi inti dari pendidikan yang
sesungguhnya,” disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rembuk Nasional
Pendidikan dan Kebudayaan 2017 beberapa waktu yang lalu.
Menurut Mendikbud, kunci kesuksesan
pendidikan karakter terletak pada peran guru. Sebagaimana ajaran Ki Hajar
Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo mbangun karso, tut
wuri handayani”, maka seorang guru
idealnya memiliki kedekatan dengan anak didiknya. Guru hendaknya dapat melekat
dengan anak didiknya sehingga dapat mengetahui perkembangan anak didiknya.
Tidak hanya dimensi intelektualitas saja, namun juga kepribadian setiap anak
didiknya.
Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru
mampu berperan sebagai fasilitator yang membantu anak didik
mencapai target pembelajaran. Guru juga harus mampu bertindak sebagai penjaga
gawang yang membantu anak
didik menyaring berbagai pengaruh negatif yang berdampak tidak baik bagi
perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan sebagai penghubung anak didik dengan berbagai
sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di dalam kelas atau sekolah. Dan
sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan mengoptimalkan potensi
setiap anak didik.
Saat ini, melalui revisi Peraturan
Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 menjadi PP Nomor 19 Tahun 2017, Kemendikbud
mendorong perubahan paradigma para guru agar mampu melaksanakan perannya
sebagai pendidik profesional yang tidak hanya mampu mencerdaskan anak didik,
namun juga membentuk karakter positif mereka agar menjadi generasi emas
Indonesia dengan kecakapan abad ke-21.
Berdasarkan pasal 15 PP Nomor 19
Tahun 2017, pemenuhan beban kerja guru dapat diperoleh dari ekuivalensi beban
kerja tugas tambahan. Kegiatan lain di luar kelas yang berkaitan dengan
pembelajaran juga dapat dikonversi ke jam tatap muka. "Guru tidak perlu
lagi cari-cari jam tambahan mengajar di luar sekolahnya untuk memenuhi beban
kerja mengajar. Dia harus bertanggungjawab terhadap perkembangan
siswanya." kata Mendikbud. (*)
Jakarta,
17 Juli 2017